Etika
Profesi Dalam Dunia Teknologi Informasi
Seorang
pakar telematika katakanlah namanya SU digugat oleh kliennya karena telah
menyebarkan data-data milik kliennya tanpa persetujuan dari si pemiliknya.
Parahnya adalah SU mempublikasikannya melalui media massa. Pengacara sang klien
menyebut bahwa SU telah melanggar kode etik profesi teknologi informasi.
Benarkah demikian?
Kode
etik profesi bidang teknologi informasi di Indonesia memang belum ada (yang
tertulis). Namun, kita bisa menerapkan kode etik yang dibuat oleh IEEE. IEEE
telah membuat semacam kode etik bagi anggotanya, sebagai berikut:
1. To
accept responsibility in making decisions consistent with the safety, health
and welfare of the public, and to disclose promptly factors that might endanger
the public or the environment
Artinya
setiap anggota bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan konsisten dengan
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta segera mengungkapkan
faktor-faktor yang dapat membahayakan publik atau lingkungan
2. To
avoid real or perceived conflicts of interest whenever possible, and to
disclose them to affected parties when they do exist
Intinya
ialah sebisa mungkin menghindari terjadinya konflik kepentingan dan meluruskan
mereka yang telah terpengaruh oleh konflik tersebut
3. To
be honest and realistic in stating claims or estimates based on available data
Masih
ingat dengan Pemilu 2009 kemarin? Betapa lamanya KPU memproses hasil
penghitungan suara. Pihak yang bertanggung jawab atas urusan TI KPU sebelumnya menyatakan bahwa sistem yang
mereka buat sudah teruji reliabilitasnya dan rekapitulasi suara akan berjalan
lancar. Nyatanya?
4. To
reject bribery in all its forms
Sesuatu
yang sangat langka di Indonesia, bukan hanya di bidang politiknya saja, di
bidang teknologi informasinya pun bisa dikatakan sedikit yang bisa melakukannya
5. To
improve the understanding of technology, its appropriate application, and
potential consequences
Setiap
saat meningkatkan pemahaman teknologi, aplikasi yang sesuai, dan potensi
konsekuensi
6. To
maintain and improve our technical competence and to undertake technological
tasks for others only if qualified by training or experience, or after full
disclosure of pertinent limitations
Untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi teknis dan teknologi untuk melakukan
tugas-tugas bagi orang lain hanya jika memenuhi syarat melalui pelatihan atau
pengalaman, atau setelah pengungkapan penuh keterbatasan bersangkutan;
7. To
seek, accept, and offer honest criticism of technical work, to acknowledge and
correct errors, and to credit properly the contributions of others
Untuk
mencari, menerima, jujur dan menawarkan kritik dari teknis pekerjaan, mengakui
dan memperbaiki kesalahan, dan memberikan kredit atas kontribusi orang lain
8. To
treat fairly all persons regardless of such factors as race, religion, gender,
disability, age, or national origin
Memperlakukan
dengan adil semua orang tanpa memperhitungkan faktor-faktor seperti ras, agama,
jenis kelamin, cacat, usia, atau asal kebangsaan
9. To
avoid injuring others, their property, reputation, or employment by false or
malicious action
Menghindari
melukai orang lain, milik mereka, reputasi, atau pekerjaan dengan tindakan
salah atau jahat.
10. To
assist colleagues and co-workers in their professional development and to support
them in following this code of ethics
Saling
membantu antar rekan kerja dalam pengembangan profesi mereka dan mendukung
mereka dalam mengikuti kode etik ini.
Andai
SU merupakan anggota dari IEEE, maka dapat dikatakan ia jelas telah melanggar
kode etik organisasinya.
A. Etika
Profesi TI Dikalangan Universitas
Privasi
yang berlaku di lingkungan Universitas juga berlaku untuk bahan-bahan
elektronik. Standar yang sama tentang kebebasan intelektual dan akademik yang
diberlakukan bagi sivitas akademika dalam penggunaan media konvensional
(berbasis cetak) juga berlaku terhadap publikasi dalam bentuk media elektronik.
Contoh bahan-bahan elektronik dan media penerbitan tersebut termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, halaman Web (World Wide Web), surat elektronik (e-mail),
mailing lists (Listserv), dan Usenet News.
Kegunaan
semua fasilitas yang tersedia sangat tergantung pada integritas penggunanya.
Semua fasilitas tersebut tidak boleh digunakan dengan cara-cara apapun yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia atau
yang bertentangan dengan lisensi, kontrak, atau peraturan-peraturan
Universitas. Setiap individu bertanggung jawab sendiri atas segala tindakannya
dan segala kegiatan yang dilakukannya, termasuk penggunaan akun (account) yang
menjadi tanggung jawabnya.
Undang-Undang
Negara Republik Indonesia dan peraturan Universitas menyatakan bahwa sejumlah
kegiatan tertentu yang berkaitan dengan teknologi informasi dapat digolongkan
sebagai tindakan: pengabaian, pelanggaran perdata, atau pelanggaran pidana.
Sivitas akademika dan karyawan harus menyadari bahwa tindakan kriminal dapat
dikenakan kepada mereka apabila melanggar ketentuan ini. Contoh tindakan
pelanggaran tersebut adalah, tetapi tidak hanya terbatas pada, hal-hal sebagai
berikut:
1.
Menggunakan sumber daya teknologi informasi
tanpa izin;
2.
Memberitahu seseorang tentang password
pribadi yang merupakan akun yang tidak dapat dipindahkan-tangankan.
3.
Melakukan akses dan/atau upaya mengakses
berkas elektronik, disk, atau perangkat jaringan selain milik sendiri tanpa izin
yang sah;
4.
Melakukan interferensi terhadap sistem
teknologi informasi atau kegunaan lainnya dan sistem tersebut, termasuk
mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah yang sangat besar termasuk ruang
penyimpanan data (disk storage), waktu pemrosesan, kapasitas jaringan, dan
lain-lain, atau secara sengaja menyebabkan terjadinya crash pada sistem
komputer melalui bomb mail, spam, merusak disk drive pada sebuah komputer PC
milik Universitas, dan lain-lain);
5.
Menggunakan sumber daya Universitas
sebagai sarana (lahan) untuk melakukan crack (hack, break into) ke sistem lain
secara tidak sah;
6.
Mengirim pesan (message) yang mengandung
ancaman atau bahan lainnya yang termasuk kategori penghinaan;
7.
Pencurian, termasuk melakukan duplikasi
yang tidak sah (illegal) terhadap bahan-bahan yang memiliki hak-cipta, atau
penggandaan, penggunaan, atau pemilikan salinan (copy) perangkat lunak atau
data secara tidak sah;
8.
Merusak berkas, jaringan, perangkat
lunak atau peralatan;
9.
Mengelabui identitas seseorang
(forgery), plagiarisme, dan pelanggaran terhadap hak cipta, paten, atau
peraturan peraturan perundang-undangan tentang rahasia perusahaan;
10. Membuat
dengan sengaja, mendistribusikan, atau menggunakan perangkat lunak yang
dirancang untuk maksud kejahatan untuk merusak atau menghancurkan data dan/atau
pelayanan komputer (virus, worms, mail bombs, dan lain-lain).
Universitas
melarang penggunaan fasilitas yang disediakannya untuk dipergunakan dengan
tujuan untuk perolehan finansial secara pribadi yang tidak relevan dengan misi
Universitas. Contoh penggunaan seperti itu termasuk membuat kontrak komersial
dan memberikan pelayanan berbasis bayar antara lain seperti menyewakan
perangkat teknologi informasi termasuk bandwidth dan menyiapkan surat-surat resmi
atau formulir-formulir resmi lain. Semua layanan yang diberikan untuk tujuan
apapun, yang menggunakan sebahagian dari fasilitas sistem jaringan Universitas
untuk memperoleh imbalan finansial secara pribadi adalah dilarang.
Dalam
semua kegiatan dimana terdapat perolehan finansial pribadi yang diperoleh
selain kompensasi yang diberikan oleh Universitas, maka kegiatan tersebut harus
terlebih dahulu memperoleh izin resmi dari Universitas.
Pelanggaran
terhadap Kode Etik Teknologi Informasi ini akan diselesaikan melalui proses
disipliner (tata tertib) standar oleh otoritas disipliner yang sah sebagaimana
diatur di dalam peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Universitas tentang
disiplin mahasiswa, dosen dan karyawan. PSI dapat mengambil tindakan yang
bersifat segera untuk melindungi keamanan data dan informasi, integritas
sistem, dan keberlanjutan operasional sistem jaringan.
Setiap
mahasiswa, dosen, dan karyawan Universitas sebagai bagian dari komunitas
akademik dapat memberikan pandangan dan saran terhadap kode etik ini baik
secara individu maupun secara kolektif demi terselenggaranya pelayanan sistem
informasi dan sistem jaringan terpadu Universitas yang baik. PSI akan melakukan
evaluasi, menampung berbagai pandangan, dan merekomendasikan perubahan yang perlu
dilakukan terhadap kode etik ini sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
B. Kode Etik
Seorang Profesional Teknologi Informasi ( TI )
Dalam
lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau
norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI
dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta
organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang
profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program
aplikasi.
Seorang
profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus
ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinyadigunakan oleh
kliennya atau user; iadapat menjamin keamanan (security) sistem kerja program
aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem
kerjanya(misalnya: hacker, cracker, dll).
C. Kode Etik
Pengguna Internet
Adapun
kode etik yang diharapkan bagi para pengguna internet adalah:
1.
Menghindari dan tidak mempublikasi
informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme
dalam segala bentuk.
2.
Menghindari dan tidak mempublikasi
informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung dan negatif
masalah suku, agama dan ras (SARA), termasuk didalamnya usaha penghinaan,
pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas
perseorangan, kelompok/ lembaga/ institusi lain.
3.
Menghindari dan tidak mempublikasikan
informasi yang berisi instruksi untuk melakukan perbuatan melawan hukum
(illegal) positif di Indonesia dan ketentuan internasional umumnya.
4.
Tidak menampilkan segala bentuk
eksploitasi terhadap anak-anak dibawah umur.
5.
Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan
atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki korelasi terhadap
kegiatan pirating, hacking dan cracking.
6.
Bila mempergunakan script, program,
tulisan, gambar/foto, animasi, suara atau bentuk materi dan informasi lainnya
yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan identitas sumber dan pemilik
hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan pencabutan bila ada yang
mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang
mungkin timbul karenanya.
7.
Tidak berusaha atau melakukan serangan
teknis terhadap produk, sumberdaya (resource) dan peralatan yang dimiliki pihak
lain.
8.
Menghormati etika dan segala macam
peraturan yang berlaku dimasyarakat internet umumnya dan bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap segala muatan/ isi situsnya.
9.
Untuk kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh pengelola, anggota dapat melakukan teguran secara langsung.
D. Etika
Programmer
Adapun
kode etik yang diharapkan bagi para programmer adalah:
1.
Seorang programmer tidak boleh membuat
atau mendistribusikan Malware.
2.
Seorang programmer tidak boleh menulis
kode yang sulit diikuti dengan sengaja.
3.
Seorang programmer tidak boleh menulis
dokumentasi yang dengan sengaja untuk membingungkan atau tidak akurat.
4.
Seorang programmer tidak boleh
menggunakan ulang kode dengan hak cipta kecuali telah membeli atau meminta
ijin.
5.
Tidak boleh mencari keuntungan tambahan
dari proyek yang didanai oleh pihak kedua tanpa ijin.
6.
Tidak boleh mencuri software khususnya
development tools.
7.
Tidak boleh menerima dana tambahan dari
berbagai pihak eksternal dalam suatu proyek secara bersamaan kecuali mendapat
ijin.
8.
Tidak boleh menulis kode yang dengan
sengaja menjatuhkan kode programmer lain untuk mengambil keunutungan dalam
menaikkan status.
9.
Tidak boleh membeberkan data-data
penting karyawan dalam perusahaan.
10. Tidak
boleh memberitahu masalah keuangan pada pekerja dalam pengembangan suatu
proyek.
11. Tidak
pernah mengambil keuntungan dari pekerjaan orang lain.
12. Tidak
boleh mempermalukan profesinya.
13. Tidak
boleh secara asal-asalan menyangkal adanya bug dalam aplikasi.
14. Tidak
boleh mengenalkan bug yang ada di dalam software yang nantinya programmer akan
mendapatkan keuntungan dalam membetulkan bug.
15. Terus
mengikuti pada perkembangan ilmu komputer.
E. Potensi-Potensi
Kerugian Yang Disebabkan Pemanfaatan Teknologi Informasi
1. Rasa ketakutan.
Banyak
orang mencoba menghindari pemakaian komputer, karena takut merusakkan, atau
takut kehilangan kontrol, atau secara umum takut menghadapi sesuatu yang baru,
ketakutan akan kehilangan data, atau harus diinstal ulang sistem program
menjadikan pengguna makin memiliki rasa ketakutan ini.
2. Keterasingan.
Pengguna
komputer cenderung mengisolir dirinya, dengan kata lain menaiknya jumlah waktu
pemakaian komputer, akan juga membuat mereka makin terisolir.
3. Golongan miskin informasi dan minoritas.
Akses
kepada sumberdaya juga terjadi ketidakseimbangan ditangan pemilik kekayaan dan
komunitas yang mapan.
4. Pentingnya individu.
Organisasi
besar menjadi makin impersonal, sebab biaya untuk menangani kasus khusus/pribadi satu persatu
menjadi makin tinggi.
5. Tingkat kompleksitas serta kecepatan yang
sudah tak dapat ditangani.
Sistem
yang dikembangkan dengan birokrasi komputer begitu kompleks dan cepat berubah
sehingga sangat sulit bagi individu untuk mengikuti dan membuat pilihan.
Tingkat kompleksitas ini menjadi makin tinggi dan sulit ditangani, karena
dengan makin tertutupnya sistem serta makin besarnya ukuran sistem (sebagai
contoh program MS Windows 2000 yang baru diluncurkan memiliki program sekitar
60 juta baris). Sehingga proses pengkajian demi kepentingan publik banyak makin
sulit dilakukan.
6. Makin rentannya organisasi.
Suatu
organisasi yang bergantung pada teknologi yang kompleks cenderung akan menjadi
lebih ringkih. Metoda seperti Third Party Testing haruslah makin dimanfaatkan.
7. Dilanggarnya privasi.
Ketersediaan
sistem pengambilan data yang sangat canggih memungkinkan terjadinya pelanggaran
privasi dengan mudah dan cepat.
8. Pengangguran dan pemindahan kerja.
Biasanya
ketika suatu sistem otomasi diterapkan, produktivitas dan jumlah tempat
pekerjaan secara keseluruhan meningkat, akan tetapi beberapa jenis pekerjaan
menjadi makin kurang nilainya, atau bahkan dihilangkan.
9. Kurangnya tanggung jawab profesi.
Organisasi
yang tak bermuka (hanya diperoleh kontak elektronik saja), mungkin memberikan
respon yang kurang personal, dan sering
melemparkan tanggungjawab dari permasalahan.
10. Kaburnya citra manusia.
Kehadiran
terminal pintar (intelligent terminal), mesin pintar, dan sistem pakar telah
menghasilkan persepsi yang salah pada banyak orang.
F. Aspek-Aspek
Tinjauan Pelanggaran Kode Etik Profesi
IT
1. Aspek Teknologi
Semua
teknologi adalah pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk tujuan baik dan
jahat. Contoh teknologi nuklir dapat memberikan sumber energi tetapi nuklir
juga enghancurkan kota hirosima.
Seperti
halnya juga teknologi kumputer, orang yang sudah memiliki keahlian dibidang
computer bias membuat teknologi yang bermanfaat tetapi tidak jarang yang
melakukan kejahatan.
2. Aspek Hukum
Hukum
untuk mengatur aktifitas di internet terutama yang berhubungan dengan kejahatan
maya antara lain masih menjadi perdebatan. Ada dua pandangan mengenai hal
tersebut antara lain:
1) Karakteristik aktifitas di internet yang
bersifat lintas batas sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan
teritorial
2) system hukum tradisiomal (The Existing Law)
yang justru bertumpu pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak cukup
memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktifitas
internet.
Dilema
yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam menghadapi fenomena-fenomena
cyberspace ini merupakan alasan utama perlunya membentuk satu regulasi yang
cukup akomodatif terhadap fenomena-fenomena baru yang muncul akibat pemanfaatan
internet. Aturan hukum yang akan dibentuk itu harus diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak yang terlibat di dalam
transaksi-transaksi lewat internet.
Hukum
harus diakui bahwa yang ada di Indonesia sering kali belum dapat menjangkau
penyelesaian kasus kejahatan computer. Untuk itu diperlukan jaksa yang memiliki
wawasan dan cara pandang yang luas mengenai cakupan teknologi yang melatar
belakangi kasus tersebut. Sementara hukum di Indonesia itu masih memiliki
kemampuan yang terbatas didalam penguasaan terhadap teknologi informasi.
3. Aspek Pendidikan
Dalam kode etik hacker
ada kepercayaan bahwa berbagi informasi adalah hal yang sangat baik dan
berguna, dan sudah merupakan kewajiban (kode etik) bagi seorang hacker untuk
membagi hasil penelitiannya dengan cara menulis kode yang open source dan
memberikan fasilitas untuk mengakses informasi tersebut dan menggunakn
peralatan pendukung apabila memungkinkan. Disini kita bisa melihat adanya
proses pembelajaran.
Yang menarik dalam
dunia hacker yaitu terjadi strata-strata atau tingkatan yang diberikan oleh
komunitas hacker kepada seseorang karena kepiawaiannya bukan karena umur atau
senioritasnya.
Untuk
memperoleh pengakuan atau derajat seorang hacker mampu membuat program untuk
ekploit kelemahan system menulis tutorial/ artikel aktif diskusi di mailing
list atau membuat situs web, dsb.
4. Aspek Ekonomi
Untuk
merespon perkembangan di Amerika Serikat sebagai pioneer dalam pemanfaatan
internet telah mengubah paradigma ekonominya yaitu paradigma ekonomi berbasis
jasa (From a manufacturing based economy to service – based economy). Akan
tetapi pemanfaatan tknologi yang tidak baik (adanya kejahatan didunia maya)
bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
5. Aspek Sosial Budaya
Akibat
yang sangat nyata adanya cyber crime terhadap kehidupan sosial budaya di
Indonesia adalah ditolaknya setiap transaksi di internet dengan menggunakan
kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia. Masyarakat dunia telah
tidak percaya lagi dikarenakan banyak kasus credit card PRAUD yang dilakukan
oleh netter asal Indonesia.
G. Isu-isu
Pokok dalam Etika Teknologi Informasi
1. Cyber Crime
Merupakan
kejahatan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dengan menggunakan
komputer sebagai basis teknologinya.
• Hacker : seseorang yang mengakses
komputer / jaringan secara ilegal
• Cracker : seseorang yang mengakses
komputer / jaringan secara ilegal dan memiliki niat buruk
• Script Kiddie : serupa dengan cracker
tetapi tidak memilki keahlian teknis
• CyberTerrorist : seseorang yang
menggunakan jaringan / internet untuk merusak dan menghancurkan komputer /
jaringan tersebut untuk alasan politis.
Contoh
pekerjaan yang biasa dihasilkan dari para cyber crime ini adalah berkenaan
dengan keamanan, yaitu :
• Malware
Virus
: program yang bertujuan untuk mengubah cara bekerja komputer tanpa seizin
pengguna
Worm
: program-program yang menggandakan dirinya secara berulang-ulang di komputer
sehingga menghabiskan sumber daya
Trojan
: program / sesuatu yang menyerupai program yang bersembunyi di dalam program
komputer kita.
• Denial Of Service Attack
Merupakan
serangan yang bertujuan untuk akses komputer pada layanan web atau email.
Pelaku akan mengirimkan data yang tak bermanfaat secara berulang-ulang sehingga
jaringan akan memblok pengunjung lainnya.
BackDoor
: program yang memungkinkan pengguna tak terotorisasi bisa masuk ke komputer
tertentu.
Spoofing
: teknik untuk memalsukan alamat IP komputer sehingga dipercaya oleh jaringan.
• Penggunaan Tak Terotorisasi
Merupakan
penggunaan komputer atau data-data di dalamnya untuk aktivitas illegal atau
tanpa persetujuan
• Phishing / pharming
Merupakan
trik yang dilakukan pelaku kejahatan untuk mendapatkan informasi rahasia. Jika
phishing menggunakan email, maka pharming langsung menuju ke web tertentu.
• Spam
Email
yang tidak diinginkan yang dikirim ke banyak penerima sekaligus.
• Spyware
Program
yang terpasang untuk mengirimkan informasi pengguna ke pihak lain.
2. Cyber Ethic
Dampak
dari semakin berkembangnya internet, yang didalamnya pasti terdapat interaksi
antar penggunanya yang bertambah banyak kian hari, maka dibutuhkan adanya etika
dalam penggunaan internet tersebut.
3. Pelanggaran Hak Cipta
Merupakan
masalah tentang pengakuan hak cipta dan kekayaan intelektual, dengan kasus
seperti pembajakan, cracking, illegal software. Berdasarkan laporan Bussiness
Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation (IDC) dalam Annual
Global Software Piracy 2007, dikatakan Indonesia menempati posisi 12 sebagai
negara terbesar dengan tingkat pembajakan software.
4. Tanggung Jawab Profesi TI
Sebagai
tanggung jawab moral, perlu diciptakan ruang bagi komunitas yang akan saling
menghormati di dalamnya, Misalnya IPKIN (Ikatan Profesi Komputer &
Informatika) semenjak tahun 1974.
H. Etika
Teknologi Informasi dalam Undang-undang
Dikarenakan banyak
pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan hal diatas, maka dibuatlah
undang-undang sebagai dasar hukum atas segala kejahatan dan pelanggaran yang
terjadi. Undang-undang yang mengatur tentang Teknologi Informasi ini
diantaranya adalah :
Ø UU
HAKI (Undang-undang Hak Cipta) yang sudah disahkan dengan nomor 19 tahun 2002
yang diberlakukan mulai tanggal 29 Juli 2003 didalamnya diantaranya mengatur
tentang hak cipta.
Ø UU
ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang sudah disahkan
dengan nomor 11 tahun 2008 yang didalamnya mengatur tentang :
·
Pornografi di Internet
·
Transaksi di Internet
·
Etika penggunaan Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar