Perjalanan Menuju Ke Kepulauan Seribu dengan menggunakan perahu Nelayan setempat
Haii teman-teman saya akan menceritakan perjalanan liburan saya bersama teman - teman satu kantor ke 3 Pulau, Kepulauan Seribu.
Berawal dari kami merencanakan liburan ke suatu tempat yang dapat melepas Penat karena Radiasi Kerjaan Kantor hahaha...tibalah hari dimna kami berkumpul di Menara Multimedia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Kami semua menuju Halte Busway untuk menuju ke lokasi penyebrangan menuju dermaga Muara Kamal - Jakarta Utara.
Akses menuju dermaga Muara Kamal - Jakarta Utara :
1.
Transjakarta menuju Kalideres turun shelter atau halte Rawabuaya (Rp.
3.500), lalu naik angkot carry plat hitam ke Muara Kamal sampai mentok Muara
Kamal atau Tempat Pelelangan Ikan (Rp. 5.000) di sini kami seperti menyewa 1 mobil angkot saja bayangkan semua penumpang angkot adalah teman - temanku hahaha samapai aku dan teman - temanku kesempitan karena mobil angkotnya memang tidak didisain seperti mobil layaknya angkot, persis seperti mobil pribadi, bau Amin sepanjang jalan dan bau keringan dari aku dan teman -teman dan sopirnya juga karena cuaca saat ini panas sekali dan macet...huuuufff lelahnya. Lalu kami melanjutkan berjalan kaki menuju dermaga
Muara Kamal.
Rumah Nelayan yang akan menghantarkan kami ke 3 pulau, kepulauan seribu
Foto diatas ini, kami sampai juga di rumah pak Nelayanannya dan Pemandu Petualangan kita mengarungi 3 Pulau di Kepulauan Seribu. Nanya Kang Yudha orangnya baik, ramah dan selalu diberikan wejangan -wejangan agar kita tetap safty dalam perjalanan ke 3 pulau ini.
Ok aku akan mencertitak tentang kunjugan pulau pertama, Yaitu :
1. Pulau Kelor
|
Ini Aku loh bergaya seperti Manusia Super hahaha ^_^ |
|
Ini adalah bangunan Benteng peninggalan Bangsa Belanda |
|
|
|
|
|
|
|
Bagus bukan view gambarnya dan modelnya dengan balutan pasir putih dan lautan yg biru muda
|
|
Aku dan teman-temanku di depan Benteng Belanda lagi bergaya |
- Berikut mengulas sedikit sejarah dari Pulau Kelor, Pulau kecil nan Eksotis (sumber multiplay.com)
jika Anda berkunjung ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu melalui
Muara Angke, pastilah akan melewati pulau yang satu ini. Letaknya tidak
jauh dari Pulau Bidadari. Setiap kapal yang melintasi perairan Pulau
Untung Jawa dapat dipastikan akan bisa melihat pulau ini. Dari kejauhan
hanya berbentuk bulat menyerupai cerobong asap pendek di tengah lautan.
Namun bentuknya yang aneh inilah yang menjadi daya tarik pulau ini.
Memang tidak terlihat tanah di pulau ini. Hanya ada hamparan pasir putih
yang seakan-akan menyembul dari permukaan laut. Sesungguhnya itulah
daratan dari Pulau Kelor.
Meskipun pulau ini memang mengalami
abrasi, tetapi bentuk asli pulau ini memag tidak besar. Bahkan dalam
foto masa silamnya, ketika Belanda masih bercokol di bumi pertiwi, pulau
ini memang kecil. Bila saja tidak terdapat beton-beton penahan
gelombang, pulau ini mungkin sudah tenggelam. Beruntung benteng Martello
yang berdiri kukuh yang membuat pulau ini layak dilindungi. Peninggalan
masa silamnya harusnya membuat kita melakukan upaya dan tidak
membiarkan Pulau Kelor tenggelam ditelan lautan.
Pulau Kelor,
itulah nama pulau ini. Seperti halnya pepatah kuno, “Dunia tidak selebar
daun kelor” memang identik dengan pulau ini. Daun kelor memang
bentuknya kecil-kecil. Penamaan Pulau Kelor memang cocok untuk pulau
ini. Kecil, tersendiri dan seperti menyembul dari permukaan laut.
Dahulu
Pulau Kelor adalah salah satu benteng pertahanan Hindia Belanda yang
memusatkan kegiatannya di Pulau Onrust. Setidaknya ada tiga benteng
Martello di tiga gugusan pulau yaitu Pulau Kelor itu sendiri, Pulau
Bidadari dan Pulau Onrust. Hanya dua yang masih meninggalkan jejaknya
sementara benteng yang di Pulau Onrust sudah hilang jejaknya akibat
penjarahan besar-besaran di tahun enam puluhan. Yang tersisa hanya
sebuah lubang dengan sebuah plang yang menandakan disitulah dulu sebuah
benteng bulat berdiri.
Di Pulau Bidadari benteng Martellonya
tinggal separuh saja. Setengahnya rusak karena terhempas oleh gelombang
pasang sewaktu gunung Krakatau meletus. Sementara di Pulau Kelor,
benteng Martellonya cenderung masih utuh. Lubang-lubang jendelanya
masih utuh bentuknya. Bahkan bagian dek/ lantai atas benteng, yang pada
zaman itu menggunakan kayu, terlihat bekas-bekas dudukannya walau hanya
berbentuk lubang-lubang seukuran balok kayu.
Pulau Kelor tidak
memiliki dermaga sehingga menyulitkan kapal/ perahu merapat di pulau
ini. Sisa-sisa dermaganya memang ada tetapi tidak adanya perawatan
membuat sembilan puluh lima persen rusak. Akibatnya, dermaga tidak bisa
sama sekali digunakan. Kalaupun ingin merapat ke pulau ini, harus pagi
hari atau setidaknya sebelum tengah hari. Kabar yang pernah saya
dapatkan adalah posisi pantai tidak memungkinkan didarati bila
gelombangnya besar. Kapal bisa membentur bagian pulau yang berisi
batuan-batuan pemecah gelombang atau menghantam dermaga yang rusak. Bisa
juga kapalnya terjungkal karena adanya gelombang tidak memungkinkan
bagian depan kapal menyentuh pantai berpasir di daratan pulau.
Posisi
yang menyamping karena hempasan gelombang membuat kapal bisa limbung
karenanya. Itulah sebabnya setelah gelombang datang, tidak akan ada
kapal yang merapat ke pulau ini. Pemandu wisata di Pulau Onrust juga
berpesan seperti itu. “Jika gelombang belum ada, mendaratlah ke Pulau
Kelor. Kalau sudah datang gelombang, tidak perlu mampir di Pulau Kelor
karena berbahaya.”
Ada cerita-cerita misterius seputar Pulau
Kelor. Entah karena pulau ini kosong sehingga orang mengait-ngaitkan
dengan hal-hal gaib. Ini menyangkut keberadaan kucing yang banyak berada
di pulau ini. Entah dari mana kucing-kucing ini berasal. Saya hanya
menduga kalau kucing-kucing itu dibuang oleh penduduk di sekitar pulau.
Kucing-kucing inilah yang dikait-kaitkan dengan hal-hal yang misterius.
Ada
orang yang memperingatkan saya untuk tidak mengganggu kucing-kucing
tersebut atau menutup lubang-lubangnya.. Kucing-kucing memang banyak
terdapat di Pulau Kelor. Kucing-kucing ini biasanya berada di lubangnya
masing-masing dalam benteng. Lubang ini asalnya adalah lubang ventilasi
yang banyak terdapat di seputar benteng. Lubang ini kemudian dijadikan
tempat kucing berlindung dan bersembunyi. Bekas-bekas makanan juga
banyak terdapat di seputar benteng. Kemungkinan para pengunjung memberi
makan kucing dengan sisa-sisa makanan. Atau oleh para nelayan yang
mampir di pulau ini.
2. Pulau Rambut
|
Otw Pulau Rambut tapi di perahu masih pada bergaya Narsis |
|
|
Menepi di Pulau Rambut |
|
|
foto dulu di dermaga Pulau Rambut coy!!! |
|
Kerenkan kami bersatu dengan satwa di Pulau Rambut |
|
Ini dia Pohon di Pulau Rambut Gede beget dan bentuknya Unix |
|
Di pulau ke dua ini kami menentukan untuk berlayar ke Pulau Rambut, agak lumayan lama sii kira -kira 20 menit untuk sampai ke pulau berikutnya, tapi karena Ombak agak besar kami pun seperti terapung - apung dan terciprat air laut yang asin, sampai aku ketelen tuh air laut hahahaha, asyyiiinnn Beeet dach!!!...Karena 20 menitan sampai ke pulau Rambut aku pun mabok laut, kepalaku udah pusing dan hampir mau muntah karena mual akibat gelombang air laut yang menggoyangkan kapal kami, mau muntah rasanya, tapi nanti malu - maluin teman - teman masa ganteng - ganteng gini mabok laut dan muntah wkwkwkwk....
- Berikut mengulas sedikit sejarah dari Pulau Rambut (green.kompasiana.com)
Pulau
Rambut pertama kali diusulkan sebagai kawasan konservasi disampaikan
oleh Direktur Kebun Raya Bogor kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda
di Jakarta. Alasan yang paling penting adalah untuk
melindungi berbagai jenis burung air yang banyak terdapat di pulau
tersebut. Menindaklanjuti usulan tersebut, pada tahun 1937 Pulau Rambut
ditetapkan secara resmi sebagai cagar alam melalui Surat Keputusan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7 tanggal 3 Mei 1937. Selanjutnya keputusan tersebut dibuat dalam Lembaran Negara (Staadblat) No. 245 tahun 1939. Kemudian
pelaksanaannya diatur dalam peraturan (Ordonansi) Perlindungan Alam
tahun 1941 yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 167 tahun 194 Pada saat
penetapan Pulau Rambut sebagai cagar alam pada tahun 1937 tersebut
luasnya dinyatakan sebesar 20 ha.
Dalam perkembangannya, kondisi dan potensi Pulau Rambut terus berubah. Berdasarkan
hasil studi PPKHT IPB (1997) diketahui bahwa sebagian besar vegetasi
mangrove mengalami kematian akibat pencemaran sampah dan minyak. Selain
itu, akibat tercemarnya habitat mangrove oleh sampah dan minyak juga
menyebabkan terhambatnya regenerasi tumbuhan mangrove. Oleh
karena dalam suatu kawasan cagar alam tidak dibenarkan adanya campur
tangan manusia dalam kegiatan pembinaan habitat di dalam kawasan, maka
diusulkan dan direkomendasikan agar status Pulau Rambut dari cagar alam
diubah menjadi suaka margasatwa.
Menyambut
rekomendasi tersebut dan juga dalam rangka menyelamatkan kondisi dan
potensi Pulau Rambut, maka pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999
memutuskan untuk merubah status Pulau Rambut dari cagar alam menjadi
suaka margasatwa dengan luas 90 ha yang terdiri atas sekitar 45 ha
daratan dan 45 ha perairan.
- Burung-burung di Pulau Rambut dan Habitatnya
Secara
alami, kawasan Pulau Rambut merupakan habitat berbagai satwa, terutama
burung-burung air (merandai) dan tempat persinggahan burung-burung
migran. Berdasarkan berbagai hasil pengamatan, Pulau
Rambut memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi, dimana sudah
tercatat 56 jenis burung yang dijumpai di pulau ini. Secara umum,
burung-burung tersebut terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok burung
air (18 jenis) dan kelompok bukan burung air (38 jenis).
Jumlah
dan komposisi burung yang dijumpai di Pulau Rambut dari waktu ke waktu
bisa saja berbeda karena dinamika habitat, perilaku dan perkembangan
berbagai jenis burung tersebut. Sebagai contoh misalnya, Suwelo (1973) dalam Fakultas Kehutanan IPB (2002) menjumpai 49 jenis burung di Pulau Rambut yang terdiri dari 16 jenis burung air dan 33 jenis bukan
burung air. Sedangkan Mardiastuti (1992) melaporkan bahwa terdapat 15
jenis burung air di Pulau Rambut. Lebih lanjut Mardiastuti (1992)
menjelaskan bahwa dari 15 jenis burung air yang dijumpai tersebut,
famili Heron (Ardeidae) dan Cormorant (Phalacrocoracidae) merupakan
famili yang memiliki populasi terbesar. Jenis yang lainnya termasuk ke
dalam family Darter (Anhingidae), Stork (Ciconiidae) dan Ibises
(Threskiornithidae).
Pulau
Rambut memiliki kelebihan yang sangat menonjol sebagai tempat berbiak
burung-burung air terbesar di Jawa Barat dan sekitarnya. Hutan campuran
merupakan habitat burung di Pulau Rambut yang berfungsi sebagai tempat
sarang, tempat kawin, tempat berkembangbiak, tempat membesarkan anak,
tempat berlindung dari ancaman predator, dan tempat beristirahat.
Mardiastuti (1992) melaporkan bahwa habitat burung di Pulau Rambut
terdiri dari hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan
dataran kering campuran.
Hutan
pantai merupakan habitat yang berfungsi sebagai tempat beristirahat
burung pemakan biji dan serangga, seperti tekukur, kucica dan kepodang.
Hutan pantai yang didominasi oleh pohon kepuh dan kedoya yang berbatasan
dengan hutan mangrove merupakan habitat yang berfungsi sebagai tempat
bersarang dan tempat membesarkan anak serta tempat beristirahat. Sulistiani (1991) menyatakan bahwa Egretta garzetta membuat sarang di hutan magrove terutama pada pohon Rhizophora sp. dan Ceriops tagal. Ayat (2002) menemukan bahwa pohon yang dijadikan sebagai tempat bersarang adalah Sterculia foetida, R. mucronata, Ficus timorensis dan Excoecaria agallocha. Karakteristik jenis pohon sebagai inang berupa pohon masih hidup dan jenis emergent,
kecuali pada tipe hutan mangrove yang memiliki tajuk yang tidak
berhubungan dengan tajuk pohon di sekitarnya dan berukuran lebar, tinggi
pohon > 11 meter dan diameter sekitar 66,6 cm. Sebelumnya, Imanuddin
(1999) juga menemukan bahwa Myctenia cinerea bersarang pada Sterculia foetida, Manilkara kauki dan Xylocarpus granatum dengan tinggi pohon > 6 meter dan penutupan tajuk > 25,9 meter persegi.
Habitat
kelompok bukan burung air di Pulau Rambut adalah hutan campuran, hutan
pantai, dan hutan mangrove sekunder yang digunakan sebagai tempat
bersarang dan tempat berlindung. Di hutan mangrove primer tidak
ditemukan jenis bukan burung air. Di habitat hutan pantai, jumlah
individu burung ditemukan paling banyak. Hal ini disebabkan di hutan
pantai terdapat banyak pohon yang digunakan sebagai tempat bersarang dan
tempat berlindung (Departemen Kehutanan,1994).
|
Pintu masuk Dermaga Pulau Untung Jawa |
|
Perahu kami bersandar di Dermaga Pulau Untung Jawa
|
Akirnya kamipun tiba di perjalanan kami terakhir yaitu Pulau Untung Jawa, perahu pun merapat ke Dermaga, sesampai di dermaga kami memandangi hamparan Pulau ini nan indah dan lautan yang berwarna Biru Mudah, tidak seperti ke 2 pulau sebelumnya, di pulau ini sudah banyak masyarakat yang menetap di sini. Untuk menafkai kehidupannya para Penduduk sebagian besar sebagai Nelayan dan Petani hutan Mangrove, selain itu masyarakatnya juga banyak menjual cindera mata hasil kerajinan penduduk setempat, mejual makanan dan minuman, menyewakan sepeda, bahkan ada yang menyewakan jasa Banana Boat dan Snorkling. Penduduk disana ramah -ramah sekali, kami pun disambut dengan hangat disana.
Saking lapernya perut ini, akhirnya kami di sambut dengan hangat oleh warga setempat, kami pun lalu di hidangi makanan Laut yang super MANTAP & LEZAT pokonya Nyesel kalau tidak cicipin makan siang ini, Ikannya berasa bangget bumbunya, lembut dan empuk dagingnya, lalu sayur mayur dan lalapan, cumi dengan saos tiram..waduh Jadi Laper lagi neh kalo mengingat perjalanan ini hahahaha.... ^_^. Langsung deh tanpa sisa makanan pun yang tersedia begitu banyaknya kami makan dengan lahapnya, setelah makanan kami pun disajikan Kelapa Muda yang langsung di Petik dari Pohonnya...wow Nikmat!!!
|
Saatnya berenang dan main Banana Boat |
Setelah makan siang dan istrahat sejenak, kami pun di ajak oleh pemandu wisatanya untuk berenang di pantai yang indah dan bersih ini dan sekalian bermain Banana Boat. Aku pun bergegas menganti bajuku memakai baju renang dan siap- siap meluncur berenag bersama Air laut nan indah ini, kami pun berbasah -basah ria, main - mainan air dan berenang - renang kesana kemari hehehe....
|
Bersenang -senang menaiki Banana Boat |
Lanjut dari berenag di pantai, kami pun menaiki Banana Boat, wow mantaps sekali, dengan obak yang agak besar kami pun di tari oleh speedboot dengan sangat kencangnya, di bawa jalan - jalan dahulu mengitari pulau untung jawa setelah itu, kami pun di putar putar sampai kami terjatuh semua dari banana boat, syukurnya kami sudah memakai pelampung pengaman sehingga kamiu tidak tenggelam di lautan.
|
Sebelum meninggalkan Pulau Indah Pulau Untung Jawa, Kami pun berfoto ria |
Sehabis kami bermain ombak, berenang dan menaiki Banana Boet, tibalah kami untuk kembali ke jakarta, untuk mengingat dan merekan di memory ingatan tetang indahnya kepulauan seribu, akupun memandang hamparan lautan, ku pejamkan mata ini sambil merasakan dan meresapi hembusan ombak, suara burung - burung laut, dan tawa canda penduduk setempat, semoga swaktu saat aku bisa singgah kembali ke Kepulau Seribu yang begitu menyimpan keindahan Sang Pencipta.
- Berikut mengulas sedikit sejarah dari Pulau Untung Jawa (sejarahpulauuntungjawa.blogspot.com)
Diusianya sang cukup tua, (sekitar 6 generasi), pulau Untung Jawa
menyimpan "sekelumit sejarah" seputar pemerintahan Hindia Belanda dan
Jepang. Saat Indonesia dikuasai Oleh Hindia Belanda , ternyata pulau
pulau di wilayah kelurahan Untung Jawa sudah dikuasai oleh orang orang
pribumi yang berasal dari daratan pulau Jawa. Sejak tahun 1920-an
wilayah ini dipimpin oleh seseorang yang biasanya dipanggil 'Bek'
(Lurah-red) Fi'i dan Bek Kasim, mereka berdomisili di Pulau Kherkof (
sekarang P. Kelor) dan memimpin beberapa pulau.
Penguasaan Belanda
menjadikan nama nama pulau yang ada dikepulauan seribu sekarang yang
kita kenal berbau Belanda , kemudian pasca kemerdekaan RI nama nama
tersebut diubah.
beberapa nama pulau yang diganti adalah sebagai berikut :
- Pulau Amiterdam menjadi Pulau Untung Jawa.
- Pulau Middbur menjadi Pulau Rambut (suaka margasatwa).
- Pulau Rotterdam menjadi Pulau Ubi Besar.
- Pulau Sehiedam menjadi Pulau Ubi Kecil.
- Pulau Purmerend menjadi Pulau Sakit kemudian diubah kembali menjadi Pulau Bidadari.
- Pulau Kherkof menjadi Pulau Kelor.
- Pulau Kuiper menjadi Pulau Cipir/Khayangan.
- Pulau Sibuk menjadi Pulau Onrust.
Sekitar
tahun 1930-an, karena kondisi daratan pulau yang Abrasi dimakan air
laut, Bek Marah (nama Lurah tersebut) menganjurkan rakyatnya yang
tinggal di Pulau Kherkof untuk pindah ke Pulau Amiterdam (Unung Jawa).
Perjalanan
dengan kapal layar sampailah di Pulau Amiterdam, dan penduduk asli
pulau menerima dengan tangan terbuka . Nama asli penduduk Amiterdam
tersebut antara lain Cule, Kemple, Deharman, Derahim, Selihun, Sa'adi,
Saemin dll, mereka menganjurkan agar segera memilih lahan untuk langsung
'digarap'. Akhirnya Pulau Amiterdam berganti nama menjadi "Pulau Untung
Jawa" yang berarti keberuntungan bagi orang orang dari daratan pulau
jawa saat itu.
Berakhirnya nama Amiterdam berakhir pulau kepemimpinan
Bek Marah yang kemudian digantikan oleh Bek Midih dengan masa jabatan
selama kurang lebih 10 tahun, lalu digantikan oleh Bek Makasan kemudian
Bek Saenan.
- Serangan Nyamuk besar besaran
Sekitar
tahun 1940-an tibalah kemalangan bagi penduduk Untung Jawa yakni
datangnya serangan nyamuk besar besaran, karena tak tahan dengan
penderitaan rakyatnya, Bek Saenan menyarankan untuk bermukim ke Pulau
Ubi Bsar, namun penderitaan tiada henti, untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari hari yang biasa mereka dapat dari Pasar Ikan Sunda Kelapa menjadi
sangat sulit, ini diakibatkan penjajahan Nippon (Jepang) saat itu.
Tahun1945
perubahan besar terjadi diseluruh pelosok Nusantra karena Indonesia
telah merdeka dari belenggu penjajah. Perubahan inipun dirasakan oleh
masyarakat kepulauan seibu pada umumnya, antara lain kata 'Bek' berubah
menjadi Lurah beitu juga dengan kepemimpinannya.
Pemerintahan bukan
lagi Hindia Belanda atau Jepang, melainkan Pemerintahan Indonesia.
Berubahnya mekanisme kepemerintahan, Bek Saenan pun digantikan oleh
Lurah pertama yaitu Lurah Maesan.
Hari berganti hari, bulanpun
demikian, tanpa disadari Pulau Ubu Besar takluput dari Abrasi, atas
prakarsa Lurah maesan dengan persetujuan pemerintah mereka hijrah yang
kedua kalinya ke Pulau Untung Jawa.
- Menjadi Desa Wisata Nelayan
Tepatnya
tanggal 13 Februari 1954, bapak lurah bersama penduduk berinisiatif
mendirikan tugu peringatan kepinahan yang terletak ditengah tengah pulau
tersebut. Mulai saat itu semakin banyak kemajuan yang dirasakan
masyarakat Pulau untung Jawa dan pemerintah DKI tidak tinggal diam
memperhatikan kemajuannya.
Lama sudah kepemimpinan Lurah Maesan dan
kemudian digantikan oleh lurah lurah lainnya. Nama nama lurah yang
memimpin di Pulau Untung Jawa sampai sekarang adalah : Maesan, Muran,
Asmawi, Marzuki, Safi'i, Abdul Manaf, Machbub Sanadi, Haman Sudjana,
Ambas, Slamet Riyadi S.sos , dan Agus Irwanto AP.M.Si dengan wakilnya
Bapak Mahdi.
Pemerintah dengan segala daya upaya yang didukung oleh
masyarakat terus meningkatkan pembangunan dan taraf kehidupan. Dan
akhirnya mulai tahun 2002 Pulau Untung Jawa dicanangkan sebagai Desa
Wisata Nelayan.